Rabu, 29 Juni 2016

Antara Buaya, Kamu dan Serigala



Begitu seterusnya, harapan itu kau bangun, kemudian kau buat menjadi bias. Semua menjadi serba abu-abu. Rumit, bagaikan sebuah benang kusut yang tercelup kedalam air. Memang, perkara ini mungkin sepele menurut sebagian orang. Terlebih olehmu, bukan sesuatu yang mudah memang. Mengayomi semuanya. Apalagi berbagi untuk semuanya. Iya, semuanya. Sebagian besar yang termakan oleh magismu. Menjadikan orang sangat mudah membaca taktik, seolah-olah pencarian sudah tuntas, padahal itu hanya bagian kecil dari sebuah orkestra. Begitu ahlinya kau Meliuk-liuk diantara buaya-buaya yang kehausan dan kelaparan. Buaya pertama kau suruh itu, dia tidak jadi memakanamu, sementara buaya kedua, kau suruh dia membuat siasat untuk melawan buaya pertama. Agar bisa melindungimu, tetapi namanya saja kau pintar bagai seorang kelinci yang cerdasnya naudzubillah mak jlek. Ternyata, Kau menikmati makanan dengan seorang serigala,  digoa seberang sungai. Mungkin sambil ngopi, nyayi, gitaran atau bercinta selama berjam-jam. Sementara buaya-buaya yang seolah-olah melindungimu hanya “menganga”,melotot, mendelik, dan akhirnya para buaya kemudian merasa dibodohi, ditipu dan dicampakkan.
Begitulah kehidupan, yang menurut sebagian orang indah tetapi juga mempunyai sedikit rasa kekejaman. Bagaikan dua sisi mata uang, semua punya sebab dan akibat masing-masing. Jika penyebabnya A maka kemungkinan akan mengakibatkan z. Sementara jika penyebabnya 0 maka kemungkinan akan mengakibatkan 78. Nah, tidak bisa diprediksi bukan. Ini bukan soal taruhan siapa menang dan siapa menjadi pecundang. Ini soal, sebab yang menjadikan sebuah akibat. Tentu sangat rumit, bagi sebagian orang yang malas berpikir. Yang hanya bisa mengumbar janji, kemudian ada korban yang kemungkinan akan tersakiti.
Satu persatu, kau suruh buaya pulang menuju kandangnya. Kemudian mereka membangun kembali. Membangun semuanya. Mulai dari awal. Sementara diseberang sana, kau menyelesaikan urusanmu dengan serigala entah berbulu apa. Bisa juga domba atau bulu ayam yang kebanyakan dibuat kemoceng dan yang lainnya.
“Aduh”. Terdengar jeritan diseberang sana. Ternyata buaya menjerit kesakitan. Muring-muring gak karuan.  Sementara kau dan serigala, tertawa melihat buaya itu. Kau terus bercinta sampai mentari sudah sayup muncul dari ufuk timur. Serigala sudah kehabisan tenaga dan buaya masih menjerit kesakitan. Entah dipentungi oleh FPI atau sakit merasakan kekejaman kekasih serigala yang entah berbulu apa.

1 komentar: