Minggu, 07 Februari 2016

Selamat Jalan Sekar Ayu Pratiwi



Waktu memang sebuah ironi yang kejam. Semua di dunia ini berjalan begitu cepat. Minggu bertemu dengan minggu berikutnya. Senja datang begitu cepat padahal, mentari baru memperlihatkan sinarnya di pagi hari. Pelan-pelan, teman bermain disaat kecil, sudah menikah, menemukan pasangan. Begitu pula dengan mantan gebetan yang menemukan pasangan, posting di intagram sembari bilang “yang lalu biarlah berlalu”. Kejam memang, sangat kejam, perputaran waktu tidak mengenal siapa, mereka menabrak dengan keras seperti tamiya menabrak tangan saya waktu kecil. Sakit, tentu. Perih, iya-iya lah. Manusia tidak bisa Mengembalikan waktu, manusia hanya dapat melihat masa lalu,sembari menata masa depan perlahan-lahan. Duh gusti, jangan pisahkan saya dengan dia, seperti laut yang selalu berpasangan dengan pantai atau seperti bulan berpasangan dengan bumi. Xaxaxa
Hampir semua tulisan di blog ini, diawali dengan kalimat pembuka yang tidak terlalu bagus, saya memang tidak becus untuk urusan membuka-buka. Mungkin membuka pembicaraan/diskusi, saya masih bisa melakukan secara mudah. Tapi untuk membuka yang lain, saya ndak becus. Apa lagi mengawali hubungan percintaan dengan seorang wanita, saya bilang, saya belum becus. Hah, ini kok tulisannya semi curhat begini, sudah, untuk urusan hubungan asmara, tidak usah terlalu dibahas di blog ini yah, saya agak menye-menye kalau berurusan dengan perkara percintaan atau asmara. mari kita kencangkan ikat pinggang sembari mikir. Memikirkan kejadian di minggu ini yang tidak terduga sebelumnya.
Di awal februari ini, teman saya dipanggil untuk menghadap pada sang Khalik. Tepatnya Pada tanggal 3 februari 2016. Dia bernama Sekar ayu pratiwi atau Dewi Sekar Bumi. Wanita yang kalem, sedikit bicara banyak kerja, dan sempat aktiv sebagai aktivis pers mahasiswa. Dipanggil untuk menghadapNya di waktu yang sungguh sangat muda. Sebelum dia wafat,terakhir sekali saya bertemu kalo tidak salah, ketika sekar bolak-balik ke kantor dekanat untuk mengurusi proses wisuda. Dan ketika itu, tidak ada pembicaraan yang sungguh penting, saya melemparkan senyum, dan dibalas begini oleh sekar "ul,ul,". seperti itulah pertemuan terkahir saya dengan sekar. 
Semenjak saya mendengar kabar sakitnya sekar, saya belum mau menjenguk hingga sekar benar-benar pulih total. Bukan perkara apa, sebetulnya jika ada teman,kolega atau saudara yang sedang sakit, kemungkinan saya akan menjenguk jika kondisinya sudah sedikit siuman atau pulih. namun berbeda dengan halnya sekar, saya menjenguk ketika sekar berjuang untuk kesembuhannya. saya tidak sempat berbicara langsung, atau sekedar melempar senyum. Sore itu, saya menjenguk dibarengi oleh sahabatmu, dina, radhiyyan,irma dan siska. Hingga pada saat-saat terakhir, saya hanya bisa berdzkikir didepan pintu kamar inapmu, bougenvil. saya tidak bisa melakukan apa-apa,kecuali berdo'a, berdzikir, walaupun saya bukan ahli doa maupun dzikir, saya cuman bisa melakukan apa yang saya bisa saat itu. 
Maafkan saya sekar, saya tidak becus menjadi temanmu, sering mengajakmu berguraru padahal disaat itu, kamu masih sakit, selamat jalan sekar ayu pratiwi. Sahabat-sahabatmu akan melanjutkan perjuanganmu di Dunia. Allahumaghfirlaha Warhamha Wa'afiha Wa'fuanha.


0 komentar:

Posting Komentar