Minggu, 14 Februari 2016

Pengen Ngaji di Surau



Hingga hari ini, ada beberapa sebab teramat mengganjal dihati. Sewaktu kecil, saya mengaji di surau yang tak jauh dari rumah. Tiap Sore hari, sepulang bermain. Kemudian mandi, mengenakan celana pendek, kaos sepak bola klub inter milan kalo tidak salah berwarna biru hitam yang sering saya gunakan. Sarung diselempangkan, tak lupa membawa peci hitam yang tepinya sudah berwarna coklat karena terlalu sering dipakai. Pergi ke surau kalau sudah hampir adzan maghrib, sering disebut surup kalo dalam bahas jawa. Hingga kira-kira usia saya menginjak 12 tahun, saya mengundurkan diri dari proses mengaji karena kawan-kawan seumuran saya sudah kukut terlebih dulu. Penyebabnya sungguh klasik, jika sudah menginjak SMP, kebiasaannya ialah sudah tidak mengaji. Kalo dikata, sudah besar, waktunya ngaji disurau sudah berakhir. Tentu, saya mengikuti langkah teman-teman. Mengaji dirumah, lebih tepatnya ngajinya bolong-bolong, karena alasan sibuk belajar ketika SMP, terus berlanjut sibuk Belajar ketika SMA. Perlahan-lahan, dengan semakin rumitnya khittah kehidupan, pergantian gubernur, presiden,  tradisi saya mengaji sehabis maghrib, benar-benar berakhir ketika saya menjadi Mahasiswa. Tentunya, saya sangat menyesal. Penyesalan memang berada pada akhir. Bukan di awal. Seperti halnya saya menyesal kenapa tidak bisa memilikimu (ngok).  
Pada zaman sekarang, zaman dimana kekayaan menjadi tolak ukur suatu kesuksesan, kendaraan atau tunggangan menjadi kewajiban, dan kuota internet adalah suatu kebutuhan. Saya mengamati banyak para kaum terpelajar, tidak terpelajar, kaum kagetan, sliwar-sliwer di sebuah sosial media dan media nyata. Jikalau sliwar-sliwernya itu menyampaikan kebaikan, saya sangat bersyukur. Namun, jika yang disampaikan ialah provokasi, mengucilkan kaum minoritas, menindas kaum-kaum pinggiran, itu yang sedikit saya tidak rela. Sebentar-sebentar, mari kita kencangkan ikat pinggang sembari melihat ilalang yang melambai-lambai.
Coba lihat, akun-akun macam portal piyungan.com, ustadz terbaik saat ini felix siauw, front pembela islam milik habieb rizieq sahab. Kebanyakan dari mereka berdakwah, membela agama islam, dan menyampaikan kebaikan-kebaikan. Takbir...
Bukan perkara apa memang ya, akhir-akhir ini, banyak para pemuda yang mengatasnamakan mahasiswa, berbondong-bondong mengaji lewat seminar, kajian rutin setelah jum’atan atau diskusi hadist sahih di tiap bulan. Saya dulu, ketika menjadi mahasiswa sungguh tertarik dengan kajian-kajian macam itu. Mendatangkan ustdz prestatif, mengaji lewat bantuan yutub atau sebagainya. Menemukan teman baru, lingkungan baru dan tentunya kebiasaan-kebiasaan baru. Diawal, saya sering di esems oleh akhi senior. Sembari berkata ini, dan itu. Diajak kajian disana dan disitu. Pelan-pelan saya mencoba menikmati, mencari jati diri sembari tengok sana dan sini. Kamsud saya, ada yang tidak nyaman dalam hal diskusi disana. Sebab atau perkaranya belum saya temukan hingga saat ini. Healah mbuh lah. Ruwet mikiri
Seiring berjalannya waktu, hingga hari ini, kembali. Saya hanya merindukan suasana mengaji di surau dulu. Bertemu kawan, lawan dan kiyai. Ya Allah. Aku pengen ngaji disurau, bercengkerama, kadang sering di pecut karena guyon pas saat sholat dan sekali-kali selametan jika ada yang hatam qur’an.

0 komentar:

Posting Komentar