Rabu, 27 Juli 2016

Madura iku Tatag


Tadi pagi, selepas mandi. Saya tidak langsung berangkat ke kampus. Melainkan membeli barang untuk dijual kembali (kula’an). Biasanya kepala keluarga (bapak) yang bertugas untuk hal tersebut. Namun, apa mau dikata, beliyo mengeluh sakit punggung, karena kemaren siang membawa 10 dus air minum dalam kemasan kedalam rumah. Maklum faktor usia. Sedikit bekerja berat membuat dia kelelahan. Sebetulnya saya seharusnya patut di kambing hitamkan. Kemaren siang, saya tidak langsung pulang sehabis berkunjung ke puslit. Apa mau dikata, ada urusan yang harus saya selesaikan.  Tentunya urusan skripsi dan sebagainya.
Dua hari ini, saya terlihat kewalahan. Mondar-mandir, kesana dan kemari. Banyak pikiran, memikirkan masa depan, kamu, dan pekerjaan. Dibalik kesibukan yang tidak seberapa. Terngiang dalam fikiran saya, berkecamuk selama berhari-hari, menyiksa ketika siang maupun malam. Tenang-tenang, alam bawah sadar saya seolah memberikan instruksi, segera selesaikan, kemudian hadapi tantangan kedepan dengan fikiran jernih dan hati yang cerah. Seperti kata Pak Jayus. " Orang Madura itu harus Tatag (berani), jangan mengaku madura kalau cuman jadi penakut". Haha..Terimakasih Pak Jayus, Pak fandi, Bu Wiwik, Pak Andrew, Mbak fit, Mas Panji, Bu ninik, Bu Ariza, dan dua teman yang tadi malam sakit perut karena pertunjukan standup yang pecah bangets..Allahumma Sholli

Rabu, 29 Juni 2016

Antara Buaya, Kamu dan Serigala



Begitu seterusnya, harapan itu kau bangun, kemudian kau buat menjadi bias. Semua menjadi serba abu-abu. Rumit, bagaikan sebuah benang kusut yang tercelup kedalam air. Memang, perkara ini mungkin sepele menurut sebagian orang. Terlebih olehmu, bukan sesuatu yang mudah memang. Mengayomi semuanya. Apalagi berbagi untuk semuanya. Iya, semuanya. Sebagian besar yang termakan oleh magismu. Menjadikan orang sangat mudah membaca taktik, seolah-olah pencarian sudah tuntas, padahal itu hanya bagian kecil dari sebuah orkestra. Begitu ahlinya kau Meliuk-liuk diantara buaya-buaya yang kehausan dan kelaparan. Buaya pertama kau suruh itu, dia tidak jadi memakanamu, sementara buaya kedua, kau suruh dia membuat siasat untuk melawan buaya pertama. Agar bisa melindungimu, tetapi namanya saja kau pintar bagai seorang kelinci yang cerdasnya naudzubillah mak jlek. Ternyata, Kau menikmati makanan dengan seorang serigala,  digoa seberang sungai. Mungkin sambil ngopi, nyayi, gitaran atau bercinta selama berjam-jam. Sementara buaya-buaya yang seolah-olah melindungimu hanya “menganga”,melotot, mendelik, dan akhirnya para buaya kemudian merasa dibodohi, ditipu dan dicampakkan.
Begitulah kehidupan, yang menurut sebagian orang indah tetapi juga mempunyai sedikit rasa kekejaman. Bagaikan dua sisi mata uang, semua punya sebab dan akibat masing-masing. Jika penyebabnya A maka kemungkinan akan mengakibatkan z. Sementara jika penyebabnya 0 maka kemungkinan akan mengakibatkan 78. Nah, tidak bisa diprediksi bukan. Ini bukan soal taruhan siapa menang dan siapa menjadi pecundang. Ini soal, sebab yang menjadikan sebuah akibat. Tentu sangat rumit, bagi sebagian orang yang malas berpikir. Yang hanya bisa mengumbar janji, kemudian ada korban yang kemungkinan akan tersakiti.
Satu persatu, kau suruh buaya pulang menuju kandangnya. Kemudian mereka membangun kembali. Membangun semuanya. Mulai dari awal. Sementara diseberang sana, kau menyelesaikan urusanmu dengan serigala entah berbulu apa. Bisa juga domba atau bulu ayam yang kebanyakan dibuat kemoceng dan yang lainnya.
“Aduh”. Terdengar jeritan diseberang sana. Ternyata buaya menjerit kesakitan. Muring-muring gak karuan.  Sementara kau dan serigala, tertawa melihat buaya itu. Kau terus bercinta sampai mentari sudah sayup muncul dari ufuk timur. Serigala sudah kehabisan tenaga dan buaya masih menjerit kesakitan. Entah dipentungi oleh FPI atau sakit merasakan kekejaman kekasih serigala yang entah berbulu apa.

Pensiun

Dengan berat hati. Saya menyatakan pensiun dari sosmed. Seperti Facebook, Twitter, mungkin juga blog.
semoga semua dalam keadaan baik-baik.
wassalam.

Minggu, 12 Juni 2016

Lirik Lagu Puan Kelana Silampukau

Kau putar sekali lagi Champs-Elysees.
Lidah kita bertaut a la Francais.
Langit sungguh jingga itu sore, dan kau masih milikku.
Kita tak pernah suka air mata.
Berangkatlah sendiri ke Juanda.
Tiap kali langit meremang jingga,
aku ‘kan merindukanmu.

 Ah, kau Puan Kelana, mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara,
sedang dunia punya luka yang sama.
Mari, Puan Kelana, jangan tinggalkan hamba.
Toh, hujan sama menakjubkannya, di Paris atau di tiap sudut Surabaya.

 Rene Descartes, Moliere, dan Maupassant.
Kau penuhi kepalaku yang kosong; dan Perancis membuat kita sombong,
saat kau masih milikku.
Kita tetap membenci air mata.
Tiada kabar tiada berita.
Meski senja tak selalu tampak jingga,
aku terus merindukanmu.

Ah, kau Puan Kelana, mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara, sedang dunia punya luka yang sama.
Mari, Puan Kelana, jangan tinggalkan hamba.
Toh, anggur sama memabukkannya, entah Merlot entah Cap Orang Tua
Aih, Puan Kelana, mengapa musti ke sana?
Paris pun penuh mara bahaya dan duka nestapa, seperti Surabaya.

Selasa, 10 Mei 2016

Lagi dan lagi.

Kebenaran berkali-kali, seperti melakukan kesalahan berkali-kali. Kalau saya lihat, belakangan ini banyak orang menampilkan bahwa dirinya paling benar. Menganggap dia lah kebenaran sejati. Sedangkan yang lainnya adalah tumpukkan kesalahan yang haruslah dimusnahkan, tidak baik melihat kesalahan. Baginya tidak ada perbaikan, semua yang ditampilkan hanya ada dua, benar dan salah. Jika sudah berada di jalur kebenaran maka selamanya akan benar menurutnya. Sebaliknya salah adalah hal yang tabu. Buruk rupa adalah hal yang harusnya dihindari. duh Berat kan. sepertinya Saya sedang berada dipersimpangan jalan. Semoga lelah ini akan terbayar seutuhnya, jangan setengah-setengah. Saya sering merasakan  perihnya dicampakkan, di kecewakan, dan di khianati. Tetapi  ruangan hijau itu, memberikan sebuah jawaban. Benar sekali, saya kembali dicampakkan. Ibarat sampah yang tidak berguna sama sekali. Layaknya bangkai yang bau, menjijikkan, dan hasilnya sudah pasti tahu kan? ya. sepahit-pahitnya minum jamu cap jago masih lebih pahit ketika dicampakkan.
Maka dua bulan, dua tahun, atau mungkin dua abad kedepan. Tidak akan ada konstelasi.
Ruangan itu menegaskan, juga memberikan sebuah gambaran yang terang tanpa sedikit ada warna abu-abu. Memang berat untuk menjadi teman terbaik, apalagi dijaman sekarang, ketika ketulusan adalah sebuah kata yang usang. Maka ketulusan akan berubah menjadi persepsi kepalsuan menurutnya. Ingat Saat ini  palsu dan tulus bergantung kepada siapa, bukan apa.Sungguh menyakitkan, benar-benar menyakitkan.
Sekali lagi, dicampakkan adalah konsekuensi yang harus ditanggung, tapi bangkit dari keterpurukan karena dicampakka membutuhkan tenaga, membutuhkan mental baja untuk kembai menata mozaik yang tlah tercecer. Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Jika ada kata yang kurang berkenan, atau kelakuan jahil saya.
Semoga sukses, semakin sehat dan tentunya makin bahagia. Rajin bekerja, jadilah manusia tangguh.

Minggu, 27 Maret 2016

Milih Original atau mengikuti Trend



Perubahan, banyak jargon-jargon macam begituan disampaikan oleh calon presiden, anggota dewan, calon pasangan, gebetan ataupun calon selingkuhan (loh). Di era modern kali ini, perubahan harus terus  dilakukan, kalau istilah It nya Update. Barang yang awalnya dikata modern perlahan-lahan menjadi barang yang usang, Kudet, ndak kekinian. Penyebabnya klasik, karena barang yang baru terus bermunculan, inovasi-inovasi terus berdatangan. Tak terbendung, tak dapat ditahan-tahan. Jika saja, kita jeli dalam melakukan sebuah pengamatan, kita pasti tahu, apa yang harus diubah, mana yang harus dipertahankan. Ironi memang, ketika perubahan harus dilakukan terus menerus, dan disitulah tingkat originalitas berubah, perlahan-lahan originalitas menjadi sebuah keanehan.
Di masa saya masih SMP. Potongan rambut macam harajuku merebak. Begitu pula di sudut perempuan, tidak tanggung-tanggung, terkadang model emo bisa menjadi sebuah trend dikala itu. Saya sih, palingan model rambutnya cepak, sasak, kalau lagi frustasi dengan pelajaran bisa-bisa saya gundul. Ini bukan mengada-ngada, ketika saya membuka file-file foto, gaya rambut saya bisa ketebak. Tidak jauh dari  ketiga model rambut seperti itu. Sangat mengecewakan memang, kalau dikata saya ini tingkat imajinasinya tidak baik-baik amat (duh).
Itu masih soal rambut, lain halnya lagi jika bicara soal fashion. Dikala tahun 2009-2011. Teman-teman saya, bajunya kopelan (samaan). Kalau bajunya itu croopy, semuanya croopy. Belum lagi dalam urusan jacket. Trendnya dulu jaketnya jamper. Jaket klowor-klowor macam raper Amerika menjadi pakaian yang digandrungi teman-teman saya.
Dan menginjak  tahun 2015 hingga saat ini, ketebak memang. Inovasi terus bermunculan, untuk gaya rambut para lelaki, harus diberi minyak khas pomade. Lain halnya dengan kaum wanita, kerudung monochrome, isedo, dan pensil alis menjadi amunisi dalam urusan macak-memacak. Coba tengok perubahan dibagian tas. Cowok dianggap keren jika menggunakan tas selempang. Menggunakan sandal gunung, jam tangan g-shock kw. Dan sepatu snicker. Nah lucunya, saya tidak berada disemua bagian yang sudah menjadi trend. Apaan cobak. Tas masih klumus, jam tangan ya tidak ada. Sepatu merk weidenman yang kuatnya minta ampun, masih saya pakai mulai dari semester empat hingga semester sepuluh. Rambut ya masih gitu-gitu aja, tidak diberi minyak, juga tidak pernah disisir.
Nah pertanyaannya, kenapa kalau urusan yang begitu tidak saya update? Apa ya ndak takut dikata norak dan tidak menganut kekinian?
Berikut beberapa jawabannya.

Menjaga originalitas.
Memang susah dilakukan, dikala teman-teman sibuk dengan trend masa kini. Originalitas menjadi sebuah harta terbaik. Tidak dapat dipungkiri, menjaga originalitas menjadi tantangan, selain itu, manusia yang menjaga originalitasnya merupakan manusia pilihan Tuhan. Dipilih olehNya untuk menyeimbangkan antara manusia trendsenter dengan manusia yang memiliki maqom menjaga tarekat originalitas. Kan tidak elok dipandang, jika semua manusia dibumi ini, semua yang digunakan sama, fashion yang digunakan mirip-mirip dengan yang lain. Heuheu

Mencari jalan lain.
Banyak jalan menju rhoma roma. Pepatah itu, saya selipkan karena untuk menuju kesana banyak jalannya. Untuk menuju tarekat ekisistensi, banyak hal yang dilakukan. Selain mengikuti trend. Masih banyak yang bisa coba dilakukan, walaupun untuk menuju tabiat eksistensi, saya ndak tertarik amat. Ngapain eksis ya? Saya bingung menjawabnya. Nguahanguaha

Menghormati orang tua.
Eits, ini kok gak ada nyambung-nyambungnya. Urusan eksistensi kok masih dikait-kaitkan dengan orang tua. Idih, dasar suka nyiyir kamu ul. Huhuhuh. Mbak-mbak, mas-mas. Santai dulu,  kalau saya balik nanya boleh?
Begini, uang nya sampeyan untuk beli segala macam perlengkapan fashion itu dari siapa? Gampang kan jawabannya. Palingan ya dari bunda dan ayah njenengan. Nah, aduhai sangat membanggakan bukan. Jika orang tua masih mencukupi untuk urusan jajan, fashion, dan perlengkapan eksistensi sampeyan. Saya kira masih bisa dimaklumi. Kalau dijawa kan, kondisi perekonomian sampeyan itu turah-turah. Nah lain halnya dengan para kaum marjinal dan terpinggirkan. Makan dan bayar tagihan sana-sini masih cukup, itu merupakan hikmah yang luar biasah. Melihat saudara sekitar masih sehat tidak tergantung dengan obat, saya kira harta yang termahsyur, saya kira melebihi perlengkapan tarekat al eksistensiah. Alangkah baiknya, urusan eksistensi dilihat dengan sudut pandang yang berbeda. Lagi-lagi, Turah atau tidaknya merupakan pertimbangan yang harus dipikir-pikir dengan dalam. Sedalam cintaku padamu (lebay kamu ul). 
Tetapi, kembali lagi. Semua yang ada di dunia ini pilihan. Mau memilih mengikuti trend, yah silahkan. Ndak juga tidak apa-apa. Kan yang paling penting, tetap menjadi manusia berbakti pada orang tua, calon mertua, juga kepada calon yang itu tuh. (ojo curhat ae ul) hauhau

Penghabisan maret.