Kamis, 17 Maret 2016

Laki-laki, kamu harus Lakukan ini, Perempuan, Kamu harus tahu ini



Dalam kehidupan ini, sampeyan pernah berkata final? Lantas semuanya tidak bisa direvisi, tidak ada perubahan zaman, perubahan dari kondisi x menuju y. Perubahan dari perut buncit menuju badan sispek, nah, semua itu butuh proses guys. Hello gaes, masak iya. Kamu yang katanya suka nongkrong dengan filsuf-filsuf terkenal seantero perkampusan, menegaskan bahwa kamu itu kiri ( kritis, jeli, memperjuangkan kesetaraan) dan dikabarkan sedang bergebetan dengan mantan mahasiswa yang masih belum menemukan pekerjaan. Lantas berkata begini, “masak iya, aku tertarik sama dia, lah wong dia hidupnya gitu-gitu aja, sedangkan idolaku sekarang sudah merangsek menuju ke kondisi kemapanan finansial, hidup varokah serta punya jatah di sorga nanti” (lebay kamu ul) ehem, mendengar kalimat semacam itu, nggorokan saya sedikit linu mendengarnya, badan saya sedikit kemasukan angin yang masih mungkin bisa  minum jamu tolak angin walaupun saya bukan orang pintar.
Dimasa sekarang, terdapat banyak calon mamah muda memandang lelaki biasa saja dengan sebelah mata, mengesampingkan faktor ini maupun itu. Yang paling penting dari seorang laki-laki menurutnya ialah tampilannya, tutur kata, menggunakan pomade atau ndak, bersepatu snicker, romantis, agamis dan sebagainya. Pendapat itu memang tidak sepatutnya untuk disalahkan. Namun patut untuk diulas, dikritik, atau mungkin boleh di tertawakan saja, nah ketimbang cemberut mulu. Mungkin saja ada lelaki di Indonesia tidak berparas menarik, tidak seberuntung mas rangga yang bisa mendapatkan mbak dian sastro, atau malah tidak ideal jika diletakkan di jajaran figura ukuran 5 x 5. Tenang mas-mas, saya senasib dengan sampeyan-sampeyan kok. Ndak enak dilihat kalo di kamera.
Tulisan ini, memang sengaja dibuat atas reaksi saya dengan kondisi yang tertera di paragraf pertama. Dan proses pembelaan seorang lelaki biasa saja terhadap kesewenang-wenangan kaum hawa kepada kaum ahmad adam. Bukan perkara mudah memang, ketika seorang wanita menyepelekan calon imam karena lelaki memang ditakdirkan menjadi imam. Nah, pembelaan itu harus saya lakukan. Kesewenang-wenangan cah wedok kepada kaum cowok, harus kita reduksi perlahan-lahan. Bagaimana caranya mereduksi kesewenang-wenangan kaum hawa kepada kaum pomade?
Berikut beberapa jawabannya
1. Memberikan bukti, bukan janji
Ini bukan tagline kampanye parpol, atau tagline caleg yang ingin melanggeng ke senayan,  seharusnya lelaki masa kini harus membuktikan janjinya kepada calon-calon mamah muda, menggerakkan segala kemampuan demi bersaing dengan lelaki lainnya, untuk mendapatkan salah seorang perawan atau salah dua etapi masak langsung dua, wong mencari satu aja, susahnya minta ampyun. Bukti yang diberikan harus relevan dengan kemampuan sampeyan, semisal janjinya sampeyan “dik, mengko sore tak tumbasne wedang ronde neng prapatan alun-alun ya, mas mu iki ijeh iso nukone ronde, orong iso nukokne sampeyan emas atau giwang”
Nah janji tersebut sangat realistis, ronde merupakan representatif dari jajanan tradisional, harganya relativ terjangkau, mudah untuk didapatkan, sedangkan jika sampeyan berjanji untuk membelikan sebuah giwang, gelang, cincin dan berlian, itu masih membutuhkan dana, waktu untuk menabung serta usaha untuk mendapatkan uang

2. Berpenampilan apa adanya, namun elegan dimata calon mertua
Menurut sebagian orang, penampilan pertama menentukan nasib anda di kemudian hari. Saya sependapat dengan wejangan tersebut. Menampilkan apa adanya, tidak dibuat-buat, dan sopan kepada calon mertua ialah kunci sukses meraih restu. Serta diimbangi dengan kesederhanaan dalam bertutur kata, tidak melakukan pencitraan seperti halnya mbak-mbak customer service disebuah bank. Usaha ini mungkin bisa mempermudah jalan sampeyan menuju pelaminan. Dan jika sampeyan beruntung, jangankan putrinya, wong tanah, pekarangan dan asetnya mungkin bisa saja sampeyan dapatkan jika sampeyan melakukan hal semacam ini. (idih materialistis)
           
            3. Menyamakan hobi dengan calon mertua
Bersikap akrab terhadap kepada mertua merupakan gold of pint untuk mencapai ketentraman jiwa dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Ingat, didalam rumah tangga, sampeyan tentu butuh bantuan orang lain (red: mertua) nasihat, tenaga, finansial. Merupakan contoh amunisi dalam meramu rumah tangga menjadi aman, tentram dan gemah loh jinawi. Salah satu strategi jitu dalam usaha mengakrabkan diri kepada orang tua ialah menyamakan hobi.
Jika hobi mertua sampeyan ialah memelihara burung, maka setidaknya sampeyan harus paham akan urusan burung. Mulai dari pakannya, umur berapa burung tersebut bisa ngoceh. Atau jika mertua sampeyan hobinya memelihara ayam, maka urusan ayam-ayaman harus anda pahami, agar ditengah-tengah pembicaraan tidak terjadi stagnasi (fase diam yang cukup lama) agar tidak terjadi proses kegaringan (nanti akan ada bunyi jangkrik : krik, krik, krik)
Usaha itu memang harus dilakukan, suka atau tidak!

           4. Memaksimalkan kemampuan, meminimalisir kecanggungan
Kemampuan seseorang berbeda-beda. Ada yang sangat unggul dalam urusan lobi tanah, urusan perdagangan, urusan musik, sastra dan olahtangan olahraga. Kemampuan yang kita miliki memang berbeda-beda. Dan jika kemudian mbak-mbak yang diujung gang bertanya kepada njenengan “Mas, awakmu ki duwe kemampuan opo, kok yo wani nyidekki aku?
Jawablah dengan santai. “kita ini punya dua tangan, dua kaki, kalo urusan kaki. Kita bisa maen olahraga kaki contoh bal-balan atau futsalan. Kalo soal tangan, kita pandai olahraga tangan. Kalo mbaknya bertanya lagi “ Loh, kok Cuma olahraga, seng laene opo yo ra iso?”.
Hello mbak ya diujung gang. Tangan dan kaki bukan Cuma digunakan dalam urusan fisik semata. Hati ini bisa menggerakkan tangan maupun kaki, hati bisa melangkahkan kaki menuju kebaikan, fikiran juga bisa menggerakkan tangan untuk menolong bagi yang membutuhkan. “Rumangsamu opo sing dilakoni harus tampak oleh indra penglihatan, nek mung urusan hati, opo yo iso koe nerawang” berarti ketika perempuan, hanya ingin melihat kebaikan, lantas menaifkan sebuah keburukan? Buruk baiknya sesuatu, tak akan terlihat jika sudut pandangnya masih diwilayah subjektifitas. Kalau boleh saya meminjam kalimat dari Emha Ainun Najib berkata “kita harus mencari Apa yang benar, bukan Siapa yang benar”. Lantas kamu menempatkan saya diposisi mana? Saya bertanya, wak bukhori menjawab, gitu.
Nah, untuk urusan kecanggungan. Posisi saya, jika berbicara lebih banyak belepotnya dibandingkan dengan kejelasannya. dulu bagi saya, Itu sebuah masalah namun untuk sekarang, saya mulai berlatih, meminimalisir kesalahan, dengan upaya membenarkan setiap kesalahan. Kalimatnya mbulet ya, iya kok. Memang saya buat bulet. Kan kayak kamu, marai mbulet nang ati (siah, curhat maneh ul).

Memang ini alternativ yang bisa saya berikan. Walaupun, saya masih jauh masanya untuk memiliki mertua. Mbok ya ndak papa, saya memberi beberapa buah jawaban. Oh ya. Mbak-mbak diujung gang tadi, apa kabarnya masih ya? Sudah dipinang sama mas-mas itu apa belum ya? Kalau belum, berdoalah. Berdoalah supaya nanti, mbaknya bertemu saya. Kalau sudah. Berdoalah. Supaya saya dikuatkan dan ditabahkan, oh iya. Tulisan ini jangan dipercaya sepenuhnya. Bisa-bisa saya merevisi salah satunya, atau merevisi seluruhnya. Bukankah dalam kehidupan yang indah ini, tidak pernah mengenal kata final?

Jember, 17 Maret 2016.

0 komentar:

Posting Komentar