Dalam kehidupan
ini, sampeyan pernah berkata final? Lantas semuanya tidak bisa direvisi, tidak
ada perubahan zaman, perubahan dari kondisi x menuju y. Perubahan dari perut
buncit menuju badan sispek, nah, semua itu butuh proses guys. Hello gaes, masak
iya. Kamu yang katanya suka nongkrong dengan filsuf-filsuf terkenal seantero
perkampusan, menegaskan bahwa kamu itu kiri ( kritis, jeli, memperjuangkan
kesetaraan) dan dikabarkan sedang bergebetan dengan mantan mahasiswa yang masih
belum menemukan pekerjaan. Lantas berkata begini, “masak iya, aku tertarik sama
dia, lah wong dia hidupnya gitu-gitu aja, sedangkan idolaku sekarang sudah
merangsek menuju ke kondisi kemapanan finansial, hidup varokah serta punya
jatah di sorga nanti” (lebay kamu ul) ehem, mendengar kalimat semacam itu,
nggorokan saya sedikit linu mendengarnya, badan saya sedikit kemasukan angin
yang masih mungkin bisa minum jamu tolak
angin walaupun saya bukan orang pintar.
Dimasa sekarang,
terdapat banyak calon mamah muda memandang lelaki biasa saja dengan sebelah
mata, mengesampingkan faktor ini maupun itu. Yang paling penting dari seorang
laki-laki menurutnya ialah tampilannya, tutur kata, menggunakan pomade atau
ndak, bersepatu snicker, romantis, agamis dan sebagainya. Pendapat itu memang
tidak sepatutnya untuk disalahkan. Namun patut untuk diulas, dikritik, atau
mungkin boleh di tertawakan saja, nah ketimbang cemberut mulu. Mungkin saja ada
lelaki di Indonesia tidak berparas menarik, tidak seberuntung mas rangga yang
bisa mendapatkan mbak dian sastro, atau malah tidak ideal jika diletakkan di
jajaran figura ukuran 5 x 5. Tenang mas-mas, saya senasib dengan
sampeyan-sampeyan kok. Ndak enak dilihat kalo di kamera.
Tulisan ini,
memang sengaja dibuat atas reaksi saya dengan kondisi yang tertera di paragraf
pertama. Dan proses pembelaan seorang lelaki biasa saja terhadap
kesewenang-wenangan kaum hawa kepada kaum ahmad adam. Bukan perkara
mudah memang, ketika seorang wanita menyepelekan calon imam karena lelaki
memang ditakdirkan menjadi imam. Nah, pembelaan itu harus saya lakukan.
Kesewenang-wenangan cah wedok kepada kaum cowok, harus kita reduksi
perlahan-lahan. Bagaimana caranya mereduksi kesewenang-wenangan kaum hawa
kepada kaum pomade?
Berikut beberapa
jawabannya
1. Memberikan bukti, bukan janji
Ini bukan
tagline kampanye parpol, atau tagline caleg yang ingin melanggeng ke
senayan, seharusnya lelaki masa kini
harus membuktikan janjinya kepada calon-calon mamah muda, menggerakkan segala
kemampuan demi bersaing dengan lelaki lainnya, untuk mendapatkan salah seorang
perawan atau salah dua etapi masak langsung dua, wong mencari satu aja,
susahnya minta ampyun. Bukti yang diberikan harus relevan dengan kemampuan
sampeyan, semisal janjinya sampeyan “dik,
mengko sore tak tumbasne wedang ronde neng prapatan alun-alun ya, mas mu iki ijeh iso nukone ronde, orong iso
nukokne sampeyan emas atau giwang”
Nah janji
tersebut sangat realistis, ronde merupakan representatif dari jajanan
tradisional, harganya relativ terjangkau, mudah untuk didapatkan, sedangkan
jika sampeyan berjanji untuk membelikan sebuah giwang, gelang, cincin dan
berlian, itu masih membutuhkan dana, waktu untuk menabung serta usaha untuk
mendapatkan uang
2. Berpenampilan apa adanya, namun elegan dimata calon
mertua
Menurut sebagian orang, penampilan
pertama menentukan nasib anda di kemudian hari. Saya sependapat dengan wejangan
tersebut. Menampilkan apa adanya, tidak dibuat-buat, dan sopan kepada calon
mertua ialah kunci sukses meraih restu. Serta diimbangi dengan kesederhanaan
dalam bertutur kata, tidak melakukan pencitraan seperti halnya mbak-mbak
customer service disebuah bank. Usaha ini mungkin bisa mempermudah jalan
sampeyan menuju pelaminan. Dan jika sampeyan beruntung, jangankan putrinya,
wong tanah, pekarangan dan asetnya mungkin bisa saja sampeyan dapatkan jika
sampeyan melakukan hal semacam ini. (idih materialistis)
3. Menyamakan hobi dengan calon mertua
Bersikap akrab terhadap kepada
mertua merupakan gold of pint untuk mencapai ketentraman jiwa dalam mengarungi
bahtera rumah tangga. Ingat, didalam rumah tangga, sampeyan tentu butuh bantuan
orang lain (red: mertua) nasihat, tenaga, finansial. Merupakan contoh amunisi
dalam meramu rumah tangga menjadi aman, tentram dan gemah loh jinawi. Salah
satu strategi jitu dalam usaha mengakrabkan diri kepada orang tua ialah
menyamakan hobi.
Jika hobi mertua sampeyan ialah
memelihara burung, maka setidaknya sampeyan harus paham akan urusan burung.
Mulai dari pakannya, umur berapa burung tersebut bisa ngoceh. Atau jika mertua
sampeyan hobinya memelihara ayam, maka urusan ayam-ayaman harus anda pahami,
agar ditengah-tengah pembicaraan tidak terjadi stagnasi (fase diam yang cukup
lama) agar tidak terjadi proses kegaringan (nanti akan ada bunyi jangkrik :
krik, krik, krik)
Usaha itu memang harus dilakukan,
suka atau tidak!
4. Memaksimalkan kemampuan, meminimalisir
kecanggungan
Kemampuan seseorang berbeda-beda.
Ada yang sangat unggul dalam urusan lobi tanah, urusan perdagangan, urusan
musik, sastra dan olahtangan olahraga. Kemampuan yang kita miliki memang
berbeda-beda. Dan jika kemudian mbak-mbak yang diujung gang bertanya kepada
njenengan “Mas, awakmu ki duwe kemampuan
opo, kok yo wani nyidekki aku?”
Jawablah dengan santai. “kita ini
punya dua tangan, dua kaki, kalo urusan kaki. Kita bisa maen olahraga kaki
contoh bal-balan atau futsalan. Kalo soal tangan, kita pandai olahraga tangan.
Kalo mbaknya bertanya lagi “ Loh, kok
Cuma olahraga, seng laene opo yo ra iso?”.
Hello mbak ya diujung gang. Tangan
dan kaki bukan Cuma digunakan dalam urusan fisik semata. Hati ini bisa
menggerakkan tangan maupun kaki, hati bisa melangkahkan kaki menuju kebaikan,
fikiran juga bisa menggerakkan tangan untuk menolong bagi yang membutuhkan. “Rumangsamu opo sing dilakoni harus tampak
oleh indra penglihatan, nek mung urusan hati, opo yo iso koe nerawang”
berarti ketika perempuan, hanya ingin melihat kebaikan, lantas menaifkan sebuah
keburukan? Buruk baiknya sesuatu, tak akan terlihat jika sudut pandangnya masih
diwilayah subjektifitas. Kalau boleh saya meminjam kalimat dari Emha Ainun
Najib berkata “kita harus mencari Apa yang benar, bukan Siapa yang benar”.
Lantas kamu menempatkan saya diposisi mana? Saya bertanya, wak bukhori menjawab,
gitu.
Nah, untuk urusan kecanggungan.
Posisi saya, jika berbicara lebih banyak belepotnya dibandingkan dengan
kejelasannya. dulu bagi saya, Itu sebuah masalah namun untuk sekarang, saya
mulai berlatih, meminimalisir kesalahan, dengan upaya membenarkan setiap
kesalahan. Kalimatnya mbulet ya, iya kok. Memang saya buat bulet. Kan kayak
kamu, marai mbulet nang ati (siah, curhat maneh ul).
Memang ini alternativ yang bisa
saya berikan. Walaupun, saya masih jauh masanya untuk memiliki mertua. Mbok ya
ndak papa, saya memberi beberapa buah jawaban. Oh ya. Mbak-mbak diujung gang
tadi, apa kabarnya masih ya? Sudah dipinang sama mas-mas itu apa belum ya?
Kalau belum, berdoalah. Berdoalah supaya nanti, mbaknya bertemu saya. Kalau
sudah. Berdoalah. Supaya saya dikuatkan dan ditabahkan, oh iya. Tulisan ini
jangan dipercaya sepenuhnya. Bisa-bisa saya merevisi salah satunya, atau
merevisi seluruhnya. Bukankah dalam kehidupan yang indah ini, tidak pernah
mengenal kata final?
Jember, 17 Maret 2016.
0 komentar:
Posting Komentar